Confess


Deburan ombak terdengar merdu. Batu karang yang dihantam terus-menerus, tak lama lagi aus. Laut malam di pinggir kota memberi kesan tenteram bagi yang melewatinya. Begitu juga dengan dua taruna yang tengah menelusuri tepian. Keduanya memilih berjalan sejenak. Menikmati pinggiran kota dengan langkah kaki yang sengaja disamakan.

“Mau mampir bentar?” Yanggi menunjuk ke arah pantai di sebelah barat.

“Ayooooo!!” seru Ramona sambil berlari menuju pantai.

Empat kaki bertapak diantara pasir putih. Gadis itu memandang bayang rembulan yang terpancar di laut biru. Sedangkan sang lelaki, hanya fokus menatap gadis di sebelahnya tanpa memerhatikan jalan. Tiupan angin membuat surai pendek gadis itu tersibak, menampilkan paras anggun yang baru lelaki itu sadari.

“Ram.” Yanggi menghentikan langkahnya.

“Iya?” Langkah kakinya ikut terhenti, ia membalikkan badan—menghadap Yanggi di belakangnya.

“Shall we end our friendship?” Jantungnya berdegup tidak karuan, sedari tadi ia berpikir berkali-kali harus mengatakannya atau tidak.

“Loh? Kita temenan? Perasaan lo jutek mulu sama gue?” jawab Ramona santai.

Yanggi sedikit tersentak, ia kira gadis itu akan kaget atau sedikit canggung. Namun yang didapat malah ledekan di luar akal.

“Gua tonjok juga lu,” kelakarnya dengan tangan mengepal, berpura-pura melayangkan tinju ke arah Ramona.

Ramona tertawa kecil lantas membalas, “Iya oke lanjutt, lupain aja yang tadi lupainn.”

“Mau jadi ibu dari Louis?”

“HAHAHAHAH!” Tawanya pecah, gadis itu sampai refleks memukul bahu Yanggi. “NEMBAK LO JELEK BANGETT!”

“UDAH INTINYA MAU JADI PACAR GUA GAAKK!”

“MAUUUU!”

Keduanya tertawa lepas, menertawakan satu sama lain dengan puas. Disaksikan deburan ombak dan rembulan dibalik bayangan, dua remaja itu resmi menjalin hubungan.